Jakarta – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasnmigrasi Abdul Halim Iskandar membawakan Orasi Ilmiah dalam Dies Natalis ke-20 Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dengan tema “Kampus Membangun Desa”secara virtual, Kamis (29/7/2021).
Halim Iskandar menilai UTM harusnya miliki keunggulan pada 9 (Sembilan) kriteria; visi, misi, tujuan dan strategi; tata pamong, tata kelola dan kerjasama; unggul mahasiswa; sumber daya manusia; keuangan, sarana dan prasarana; pendidikan; penelitian; pengabdian kepada masyarakat; serta keluaran dan dampak tridharma.
Sembilan kriteria ini diyakini bisa wujudkan Universitas Trunojoyo Madura, untuk menjadi “Menara Air” bukan “Menara Gading”, menjadi kampus yang memiliki makna ditengah-tengah masyarakat, kampus yang keseluruhan aktivitasnya menyatu dengan masyarakat, pelaksanaan Tri Dharma-nya sebesar-besarnya untuk kebangkitan kemaslahatan masyarakat, bukan sekedar kampus yang mengejar status unggul secara akademis, masyhur secara sosiologis, tapi miskin empati dan kontribusi.
“Kami menyaksikan, Universitas Trunojoyo Madura memiliki komitmen yang besar terhadap pembangunan masyarakat, khususnya masyarakat Madura, dengan segala potensi, kekayaan budaya lokal yang dimiliki”,”kata Halim Iskandar.
Dengan pendekatan Klaster, sebagai kampus umum negeri pertama di Madura, UTM telah memilih strategi yang tepat untuk menjadi melting point berbagai problem sosial ekonomi Madura, untuk bangkit bersama, secara sistematis, terukur dan tentu monumental.
Karena itulah, momentum Dies Natalis ini, harus menjadi salah satu etape besar UTM, menjadi thinktank Madura, dan memastikan potensi Madura menjadi berkah bagi peningkatan daya saing Madura. Tentu, dengan menjadikan Tridharma UTM Berbasis masyarakat, berbasis Desa, berbasis Madura.
Halim Iskandar memaparkan, implementasi UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa merupakan komitmen bersama untuk mewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran.
Dana desa yang disalurkan ke rekening desa terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 pemerintah menyalurkan Rp20,67 Triliun, kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp46,98 Tliriun, meningkat lagi pada tahun 2017 dan 2018 masing-masing Rp60 trliun, lalu pada tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi Rp70 triliun, tahun 2020 meningkat menjadi Rp71 triliun, dan pada tahun 2021 akan disalurkan sebesar Rp72 triliun untuk Desa.
“Sepanjang 2015-2020, Dana Desa telah digunakan untuk membangun prasarana penunjang aktivitas ekonomi masyarakat, dan prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa,” kata Halim Iskandar.
Desa-Desa juga juga terus bergerak merevitalisasi kekayaan Desa, menggali potensi Desa, serta melestarikan warisan budaya desa, termasuk melalui upaya pemenuhan rekognisi untuk desa adat.
Pria yang akrab disapa Gus Halim ini lebih lanjut mengatakan, jika Desa juga berinisatif membentuk Bumdes menjadi andalan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Sebelum pengundangan Undang-Undang Desa, sampai 2014 telah didirikan 8.189 Bumdes.
Pada 2015 sebanyak 6.274 Bumdes, 2016 sebanyak 14.132 Bumdes, tahun 2017 sebanyak 14.744 Bumdes, tahun 2018 sebanyak 5.874 Bumdes, dan pada tahun 2019 didirikan sebanyak 1.878 Bumdes. Bahkan, sepanjang pandemi Covid-19 pada 2020 dapat didirikan 43 Bumdes. Secara keseluruhan, telah ada 51.134 Bumdes.
“Untuk membangkitkan dan menggerakkan ekonomi desa, sepanjang 2015-2020 Dana Desa telah dialokasikan Rp4,2 triliun sebagai modal Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Hasilnya, kami mencatat Rp1,1 triliun Pendapatan Asli Desa bersumber dari pembagian hasil keuntungan Bumdes,” Kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.
Rekognisi kian mantap setelah UU 11/2020 tentang Cipta Kerja melegalkan kedudukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai badan hukum (pasal 117). Dengan ketentuan tersebut, Bumdes dapat leluasa menjalankan usaha maupun bermitra bisnis.
Gus Halim mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja bahkan membuka peluang bagi Bumdes untuk mengelola terminal hingga sumber daya air secara lestari. Pengelolaan entitas bisnis yang harus menguntungkan ini, diatur terpisah dari entitas layanan publik yang dijalankan pemerintah desa. Namun, keuntungan Bumdes harus juga berkontribusi terhadap APBDes menjadi Pendapatan Asli Desa.
Di samping berbagai lompatan kemajuan Desa, didalam rencana strategis pembangunan Desa, ada berbagai permasalahan seperti kendala administrasi pemerintahan, kepemimpinan desa yang lemah, rendahnya inisiatif pembangunan dari desa, lemahnya inovasi desa, sampai dengan rendahnya kualitas SDM di desa. Kekurangan jumlah pendamping desa juga turut membuat percepatan pembangunan desa kurang optimal.
Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini mengatakan, kampus harus mengambol peran untuk terjun langsung ke desa. Melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi berbasis masyarakat, berkontribusi langsung terhadap kebangkitan ekonomi Desa serta Kemaslahatan warga Desa.
Dibutuhkan jembatan yang menghubungkan perguruan tinggi sebagai wadah penyubur invensi dan inovasi, dengan desa-desa yang mendambakan inovasi guna mengakselerasi kemajuan. Tepat pada titik inilah Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi mengambil peran strategis, yaitu turut aktif menggalang kerja sama trilateral: perguruan tinggi, Kementerian, dan desa.
“Telah terbentuk Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides) sebagai wahana perkumpulan berbagai perguruan tinggi yang memiliki konsentrasi pada kemajuan desa-desa, termasuk didalamnya Universitas Trunojoyo Madura,” tandas Gus Halim. (Adv)